Gubernur Sulsel Berupaya Mengembalikan Status PNS Guru dan Kepsek yang Dipecat
Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) telah melakukan tindak lanjut terhadap kasus pemecatan dua guru dan kepala sekolah yang diduga terlibat dalam pungutan liar. Dua individu tersebut adalah Abdul Muis dan Rasnal, yang sebelumnya dipecat dari status Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel kini berkomitmen untuk mengawal proses hukum dan memastikan keadilan bagi keduanya.
Penyebab Pemecatan dan Reaksi Masyarakat
Kasus ini bermula dari dugaan pungutan liar yang dilakukan oleh guru dan kepala sekolah yang menjabat sebagai bendahara komite sekolah. Informasi ini viral di media sosial, sehingga menarik perhatian pihak berwenang. Menurut keterangan keduanya, uang yang dikumpulkan digunakan untuk membantu gaji guru honorer yang memiliki penghasilan yang tidak layak.
Namun, sikap keduanya masih menjadi sorotan dan mendapat pro dan kontra di kalangan dunia pendidikan. Beberapa pihak menilai bahwa tindakan mereka bertujuan baik, sementara yang lain menganggap tindakan itu melanggar aturan.
Upaya Pemprov Sulsel dalam Memperbaiki Nasib Guru dan Kepsek
Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman, menyatakan bahwa pihaknya akan memanggil dan segera melakukan peninjauan terkait Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) atas kedua guru tersebut. Ia juga menyampaikan harapan agar upaya hukum yang dilakukan dapat memberikan hasil terbaik bagi keduanya.
“Kami telah memerintahkan kepada Kepala BKD untuk memanggil dan segera melakukan peninjauan PTDH kepada dua guru, Bapak Abdul Muis dan Rasnal, termasuk upaya pendampingan hukum dalam Peninjauan Kembali Keputusan Mahkamah Agung RI dalam vonis inkrah kasus tindak pidana korupsi dan usulan revisi Petunjuk Teknis BKN RI terkait pencabutan rekomendasi pemberhentian PNS,” tulis akun resmi Gubernur Sulsel.
Pendampingan Hukum oleh Pemprov Sulsel
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulsel, Erwin Sodding, menyampaikan bahwa Pemprov Sulsel siap memberikan pendampingan hukum bagi kedua guru jika mereka ingin mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan Mahkamah Agung (MA).
Menurut Erwin, langkah peninjauan kembali akan diteruskan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) terkait status PTDH. “Ini kan keputusan PTDH yang dilakukan penandatanganan oleh bapak gubernur, karena ada keputusan yang didasari dua putusan sebelumnya: Putusan MA dan rekomendasi pemberhentian dari Badan Kepegawaian Negara,” ujarnya.
Peran DPRD Sulsel dalam Kasus Ini
Komisi E DPRD Sulsel berencana membawa dua guru asal Luwu Utara itu untuk bertemu langsung dengan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Langkah ini diambil setelah keduanya dipecat buntut dari kasus sumbangan orangtua siswa sebesar Rp 20.000 untuk membantu guru honorer, yang kemudian menyeret mereka ke meja hijau.
Komisi E DPRD Sulsel menilai kasus ini sarat kejanggalan dan berkomitmen membantu Rasnal serta Abdul Muis mendapatkan keadilan. “Kami akan memfasilitasi dan membantu bagaimana (Rasnal dan Abdul Muis) mendapatkan keadilan,” ujar Ketua Komisi E DPRD Sulsel Andi Tenri Indah dari Fraksi Partai Gerindra.
Awal Mula Masalah
Masalah muncul pada 2021 ketika seorang pemuda yang mengaku aktivis LSM datang ke rumahnya menanyakan soal dana sumbangan. “Anak itu datang, langsung bilang: ‘Benarkah sekolah menarik sumbangan?’ Saya jawab benar, itu hasil keputusan rapat. Tapi saya kaget, dia mau periksa buku keuangan,” tutur Muis.
Tak lama kemudian, ia mendapat panggilan dari pihak kepolisian. Kasus berkembang hingga ia dakwa melakukan pungutan liar (pungli) dan pemaksaan kepada siswa. Pengadilan menjatuhkan hukuman satu tahun penjara dan denda Rp50 juta, subsider tiga bulan kurungan.
Keyakinan Tak Bersalah
Menurut Muis, proses hukum berjalan panjang. Setelah berkas dilimpahkan ke kejaksaan, sempat dinyatakan belum lengkap (P19) karena belum ditemukan bukti kerugian negara. “Lalu entah bagaimana, polisi bekerja sama dengan Inspektorat. Maka lahirlah testimoni dari Inspektorat yang menyatakan bahwa Komite SMA 1 itu merugikan keuangan negara,” kata Muis.
Ia menyebut Inspektorat Kabupaten Luwu Utara hadir sebagai saksi dalam sidang Tipikor tingkat pertama. Meski menerima putusan, Muis tetap yakin tidak bersalah.
Pandangan tentang Pungutan Liar
Muis menilai kasus itu terjadi karena salah tafsir terhadap peran komite sekolah. “Kalau itu disebut pungli, berarti memalak secara sepihak dan sembunyi-sembunyi. Padahal, semua keputusan kami terbuka, ada rapatnya, ada notulen, dan dana itu digunakan untuk kepentingan sekolah,” ucapnya.
“Kalau dipaksa, mestinya semua siswa harus lunas. Tapi faktanya banyak yang tidak membayar dan mereka tetap ikut ujian, tetap dilayani,” tambahnya.
Pasrah Namun Tetap Tegar
Setelah diberhentikan dari status PNS, Muis mengaku pasrah namun tetap tegar. “Rezeki itu urusan Allah. Masing-masing orang sudah ditentukan jatahnya. Saya tidak mau larut. Cuma sedih saja, niat baik membantu sekolah malah berujung seperti ini,” ujarnya pelan.
Selama menjadi bendahara, ia hanya menerima uang transportasi Rp125.000 per bulan dan tambahan Rp200.000 sebagai wakil kepala sekolah. Sebagian ia gunakan membantu guru honor.










