Ciptawarta.com JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan ( DJP Kemenkeu) memberikan waktu tiga bulan atau sampai 31 Maret 2025 bagi pelaku usaha ritel untuk menyesuaikan sistem dengan kebijakan naiknya pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen.
Hal yang disebutkan sejalan dengan peraturan yang diterbitkan DJP pada Hari Sabtu (4/1/2025), yakni Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2025 tanggal 3 Januari 2025 yang intinya memberikan masa transisi selama 3 bulan yaitu sejak 1 Januari 2025 sampai 31 Maret 2025.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo sebelumnya mengungkapkan bahwa DJP telah dilakukan berdiskusi dengan pelaku usaha dari kalangan ritel, yang dimaksud mana dia mengaku membutuhkan waktu untuk mengubah sistem terkait PPN. “Kami duduk berdiskusi. Kira-kira transisi sekitar tiga bulan bagi para pihak untuk menyesuaikan sistemnya,” kata Suryo pada media briefing DJP, belum lama ini.
Dari diskusi tersebut, Suryo berharap output yang dihasilkan oleh pelaku kegiatan bisnis nantinya menjadi lebih banyak representatif. Misalnya, di faktur yang dimaksud diterbitkan, terlihat dengan jelas dasar pengenaan pajak, konversinya, tarif yang dimaksud digunakan, hingga nilai yang tersebut dihitung.
Suryo juga mengaku akan mengevaluasi sistem DJP untuk menjamin apakah perlu ada perbaikan atau tidak. Seluruhnya diadakan guna meyakinkan proses transisi berjalan lancar.”Ini yang dimaksud terus akan kami kalibrasi. Kami juga harus berbicara dengan sejumlah pihak, oleh sebab itu di lingkungan perpajakan tidak hanya saja kami sendiri sebagai administrator perpajakan. Ada pihak lain, termasuk wajib pajak yang dimaksud menjadi konsumen PPN,” paparnya.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2025 tanggal 3 Januari 2025 mengenai petunjuk teknis penerbitan Faktur Pajak di rangka penyelenggaraan PMK Nomor 131 Tahun 2024, aturan ini dibuat dari aspirasi lalu masukan dari masyarakat.
“Pemerintah menyadari bahwa terdapat keinginan dari pelaku bisnis untuk dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur di PMK 131 Tahun 2024, antara lain terkait dengan penyesuaian sistem administrasi Wajib Pajak di menerbitkan Faktur Pajak serta cara pengembalian pajak apabila PPN sebesar 12 persen telanjur dipungut yang seharusnya adalah sebesar 11 persen,” tulis keterangan resmi tersebut.
Untuk mengakomodasi permintaan pelaku bisnis tersebut, pelaku usaha diberi kesempatan untuk menyesuaikan sistem administrasi Wajib Pajak pada menerbitkan Faktur Pajak sebagaimana diatur di PMK 131 Tahun 2024.
Faktur Pajak yang dimaksud diterbitkan menghadapi penyerahan selain barang mewah dengan mencantumkan nilai PPN terutang sebesar: 1) 11 persen dikali dengan tarif jual (seharusnya 12 persen x 11/12 x biaya jual); atau 2) 12 persen dikali dengan tarif jual (seharusnya 12 persen x 11/12 x biaya jual), dianggap benar juga bukan dikenakan sanksi.
Dalam hal terjadi kelebihan pemungutan PPN sebesar 1 persen dari yang digunakan seharusnya 11 persen namun telanjur dipungut sebesar 12% diberikan pengaturan sebagai berikut:
a. Pembeli dapat meminta-minta pengembalian kelebihan pemungutan PPN sebesar 1 persen terhadap penjual.
b. Atas permintaan pengembalian kelebihan PPN tersebut, PKP penjual melakukan penggantian Faktur Pajak.