Informasi Terpercaya dan Terkini

Pakar: Reshuffle Kabinet 5 Minggu Sebelum Habiskan Uang Negara

Pakar: Kabinet Akan Disusun Ulang 5 Minggu Sebelum Anggaran Negara Habis Digunakan

ciptawarta.com – Jakarta, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali melakukan perombakan kabinet di penghujung masa jabatannya. Salah satu yang terkena dampaknya adalah penggantian Tri Rismaharini sebagai Menteri Sosial dengan Saifullah Yusuf atau Gus Ipul. Keputusan ini menuai beragam pertanyaan dan kritik, terutama karena sisa waktu masa jabatan yang hanya sekitar 1,5 bulan lagi.

Pakar Kebijakan dan Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai reshuffle kali ini tidak hanya tidak efektif, tetapi juga memboroskan anggaran negara. Ia bahkan menilai bahwa reshuffle ini dapat menimbulkan kesan bahwa penggantian menteri dilakukan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk kepentingan negara.

“Mengganti menteri dalam waktu yang sangat singkat, kurang dari 2 bulan sebelum berakhirnya masa pemerintahan, merupakan langkah yang tidak efisien dari segi kinerja maupun anggaran,” ujar Achmad pada Rabu (11/9/2024).

Menurutnya, menteri baru yang diangkat dalam waktu yang sangat singkat tidak akan memiliki cukup waktu untuk melakukan kebijakan strategis atau perubahan signifikan. Waktu yang diperlukan untuk beradaptasi dengan posisi baru dan memahami dinamika kementerian sangat terbatas, sehingga sulit bagi menteri baru untuk memberikan kontribusi yang berarti. Akibatnya, kinerja menteri baru hampir tidak akan berdampak, menjadikan pergantian ini hanya sebagai formalitas politik yang tidak memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

Oleh karena itu, menurut Achmad, lebih bijaksana jika Presiden menunjuk seorang Pelaksana tugas (Plt) dari dalam kementerian yang terkait daripada melakukan reshuffle yang memakan biaya besar. Penunjukan Plt akan lebih efektif karena pejabat yang ditunjuk biasanya sudah memahami seluk-beluk kementerian dan tidak perlu melewati proses penyesuaian yang panjang. Dengan demikian, kebijakan dapat berjalan lebih optimal di sisa waktu pemerintahan tanpa harus terganggu oleh proses transisi.

Langkah ini juga dapat menghemat anggaran negara yang seharusnya tidak perlu dikeluarkan untuk pelantikan, pergantian staf, dan penyesuaian birokrasi lainnya. Selain itu, reshuffle kali ini juga menimbulkan kesan yang kurang baik di mata publik. Seolah-olah Jokowi melakukan perombakan kabinet demi berbagi jabatan, yang dapat memunculkan spekulasi bahwa menteri baru merasa memiliki utang budi kepada presiden. Hal ini tentu tidak baik untuk citra pemerintahan yang seharusnya bekerja untuk kepentingan negara dan masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *