CIPTAWARTA.COM – Penasihat hukum Harvey Moeis, Junaedi Saibih mempertanyakan Laporan Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) senilai Rp300 triliun dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada tahun 2015–2022. Menurutnya, angka kerugian negara yang diperoleh dari perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak pernah dijadikan bukti hukum dalam persidangan.
“Pernyataan Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan permasalahan terkait kewenangan BPKP dalam melakukan penghitungan kerugian keuangan negara, sudah usang dan tidak relevan. Kami ingin menyampaikan kembali bahwa laporan PKKN yang dibuat oleh BPKP tidak pernah disampaikan kepada penasihat hukum,” ujar Junaedi Saibih, Sabtu (21/12/2024).
Dia juga menegaskan bahwa laporan PKKN yang dibuat oleh BPKP tidak memenuhi syarat formil dan materiil. Hal ini terbukti dari paparan ahli BPKP yang menunjukkan ketidakcukupan dan ketidakandalan laporan tersebut.
“Jadi, tanggapan Jaksa Penuntut Umum terhadap pembelaan kami menunjukkan bahwa mereka belum benar-benar memahami inti dari pembelaan kami. Majelis Hakim seharusnya hanya mempertimbangkan keterangan ahli BPKP yang akan kami jelaskan lebih lanjut mengenai kecacatan laporan PKKN tersebut,” jelas Junaedi.
Menurutnya, Majelis Hakim seharusnya tidak mempertimbangkan laporan PKKN yang tidak pernah disampaikan kepada penasihat hukum terdakwa. Laporan PKKN hanya dapat dipertimbangkan jika ahli BPKP melakukan verifikasi atas dokumen dan informasi yang diterima, termasuk keterangan saksi dan terdakwa.
“Ahli BPKP juga tidak melakukan verifikasi terhadap dokumen dan informasi yang diberikan, termasuk keterangan saksi dan terdakwa yang menjadi dasar analisis dan evaluasi bukti. Jadi, laporan PKKN tidak dapat dijadikan bukti yang cukup, andal, relevan, dan bermanfaat,” tambahnya.