Ciptawarta.com – JAKARTA – Mencari konten unik di media sosial seperti Facebook, Instagram, dan TikTok mungkin membuat Anda menemukan hal yang mengejutkan. Salah satunya adalah gambar udang yang digabungkan dengan wajah Yesus Kristus, yang dikenal sebagai “Shrimp Jesus”. Gambar-gambar ini dibuat oleh kecerdasan buatan (AI) dan telah mendapatkan ribuan Likes dan komentar. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan tentang teori “dead internet” yang mengklaim bahwa sebagian besar aktivitas dan konten di internet dihasilkan oleh bot dan algoritma.
Teori ini mengatakan bahwa aktivitas manusia di internet telah digantikan oleh bot dan algoritma yang diprogram untuk meniru perilaku manusia. Dengan demikian, konten yang kita lihat di media sosial dan website sebagian besar dihasilkan oleh bot. Selain itu, algoritma juga berperan dalam menyaring dan mengkurasi informasi yang kita terima, sehingga mempengaruhi persepsi kita tentang dunia.
Teori ini juga menyebutkan bahwa “aktor negara atau organisasi tertentu” dapat memanipulasi internet untuk mengendalikan populasi. Mereka menggunakan bot dan algoritma untuk menyebarkan propaganda, memanipulasi opini publik, dan mengendalikan arus informasi. Fenomena seperti “shrimp Jesus” adalah salah satu contohnya.
Meskipun motivasi akun-akun yang membuat konten AI adalah untuk mendapatkan engagement dan pendapatan iklan, hal ini menimbulkan potensi bahaya di masa depan. Terlebih lagi, media sosial sekarang menjadi sumber berita utama bagi banyak orang di seluruh dunia. Hal ini dapat memudahkan penyebaran disinformasi dan manipulasi oleh bot.
Beberapa penelitian juga menemukan bahwa bot di media sosial terlibat dalam menyebarkan disinformasi dan mempengaruhi opini publik. Dengan semakin berkembangnya teknologi AI generatif, seperti model ChatGPT OpenAI dan Gemini Google, kualitas konten palsu di internet akan semakin meningkat.
Namun, teori “dead internet” belum terbukti secara konklusif. Meskipun ada beberapa fenomena yang mendukung klaim teori ini, seperti meningkatnya aktivitas bot dan penyebaran disinformasi, namun masih ada banyak bukti yang menyatakan bahwa aktivitas manusia di internet masih sangat dominan. Selain itu, internet masih menjadi ruang untuk ekspresi, koneksi, dan inovasi.