ciptawarta.com – Revolusi kecerdasan buatan (AI) telah memicu lonjakan permintaan energi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Data center, yang menjadi tulang punggung AI, memakan energi dalam jumlah besar. Untuk memenuhi kebutuhan ini dan tetap berkomitmen pada tujuan pengurangan emisi karbon, para raksasa teknologi seperti Amazon, Google, dan Microsoft beralih ke energi nuklir!
Data center adalah fasilitas yang menyimpan dan memproses data dalam skala besar. AI, dengan kemampuannya yang semakin canggih, membutuhkan daya komputasi yang sangat besar, yang berarti lebih banyak data center dan lebih banyak energi. Sebuah laporan dari Bain & Company yang dilansir oleh ciptawarta.com mengungkapkan bahwa data center akan menyumbang 44% pertumbuhan permintaan listrik baru di AS pada 2028. Konsumsi energi global data center bahkan diperkirakan meningkat lebih dari dua kali lipat dalam tiga tahun ke depan!
Energi nuklir menghasilkan listrik tanpa emisi karbon, menjadikannya alternatif yang menarik bagi perusahaan teknologi yang ingin mengurangi jejak karbon mereka. Amazon, Google, dan Microsoft telah berjanji untuk mencapai net-zero emission pada tahun 2040 dan 2030. Hal ini membuat mereka beralih ke energi nuklir sebagai solusi ramah lingkungan.
Amazon, salah satu raksasa teknologi, telah mengumumkan sejumlah inisiatif energi nuklir yang melibatkan investasi di beberapa reaktor modular kecil (SMR). SMR adalah desain pembangkit listrik tenaga nuklir generasi berikutnya yang jauh lebih kecil dan lebih mudah dikembangkan dibandingkan reaktor tradisional. Kesepakatan ini dapat menyediakan lebih dari 5.000 megawatt tenaga listrik pada akhir dekade mendatang. “Nuklir adalah sumber energi bebas karbon yang aman yang dapat membantu menggerakkan operasi kami dan memenuhi permintaan pelanggan yang terus bertambah,” kata Matt Garman, CEO AWS, dalam sebuah pernyataan. Selain itu, Amazon juga telah menandatangani perjanjian dengan Talen Energy dan Dominion Energy untuk mendapatkan energi dari pembangkit listrik tenaga nuklir dan mengembangkan SMR.
Google juga tidak ketinggalan dalam beralih ke energi nuklir. Mereka telah bermitra dengan Kairos Energy, pengembang SMR, untuk mendapatkan energi nuklir dari “beberapa” reaktor yang diperkirakan akan beroperasi pada 2030. “Kami percaya bahwa energi nuklir memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan bersih kami dan membantu mewujudkan kemajuan AI,” kata Michael Terrell, senior director for energy and climate Google.
Sementara itu, Microsoft berencana untuk memanfaatkan pembangkit listrik tenaga nuklir yang tidak aktif yang akan dibuka kembali. Tren ini juga terlihat di perusahaan OpenAI, yang dilaporkan sedang dalam pembicaraan untuk membeli listrik dari Helion, sebuah startup energi nuklir. Yann LeCun, kepala AI Meta, juga menekankan perlunya energi nuklir untuk mendukung data center AI.
Peralihan raksasa teknologi ke energi nuklir menunjukkan beberapa hal yang penting. Pertama, AI memang membutuhkan daya komputasi yang sangat besar, yang berarti kebutuhan energi yang juga sangat besar. Kedua, perusahaan teknologi ingin mencapai tujuan keberlanjutan mereka tanpa menghambat perkembangan AI. Dan ketiga, energi nuklir dipandang sebagai solusi yang menjanjikan untuk menyediakan energi bersih dalam skala besar. Di era AI yang semakin berkembang, energi nuklir kembali menjadi sorotan sebagai sumber energi yang bersih dan andal.